Header Ads

Adbox

Aburizal Bakrie


TV JURNALIS - Ir. H. Aburizal Bakrie, yang juga akrab dipanggil BakrieIcal, atau ARB (lahir di Jakarta15 November 1946; umur 70 tahun), adalah pengusaha Indonesiayang pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam perombakan yang dilakukan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.
Ia adalah anak sulung dari keluarga pengusaha Achmad Bakrie yang berasal dari Lampung. Selepas menyelesaikan kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung pada tahun 1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga, dan terakhir sebelum menjadi anggota kabinet, ia memimpin Kelompok Usaha Bakrie dari tahun 1992 hingga 2004. Selama berkecimpung di dunia usaha, Ical juga aktif dalam kepengurusan sejumlah organisasi pengusaha. Sebelum memutuskan meninggalkan karier di dunia usaha, ia menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) selama dua periode (1994-2004).
Pada tahun 2004, Ical memutuskan untuk mengakhiri karier di dunia usaha setelah mendapat kepercayaan sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu. Kemudian, pada tanggal 7 Desember 2005, setelah dilakukannya penyusunan ulang kabinet, ia diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2009, waktu dan energinya tercurah untuk mengurus partai. Pada tahun 2012, ia ditetapkan sebagai calon presiden partai Golkar untuk pemilihan umum presiden Indonesia 2014.
Menurut daftar yang dirilis oleh majalah Forbes pada tahun 2007, Bakrie adalah orang terkaya di Indonesia. Bahkan menurut majalah Globe Asia pada tahun 2008, Bakrie adalah orang terkaya di Asia Tenggara. Namun, krisis keuangan global pada tahun 2008 segera menjatuhkan peringkat Ical, dan pada tahun 2012 ia tidak lagi bertengger di daftar orang terkaya di Indonesia.
Di Indonesia, Bakrie adalah figur yang kontroversial karena dianggap bertanggung jawab atas peristiwa semburan lumpur Sidoarjo. Perusahaannya juga terlibat dalam kasus tender operator Sambungan Langsung Internasional(SLI), tunggakan royalti batu bara, dan kasus pajak Bumi.

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Bakrie lahir pada tanggal 15 November 1946 di JakartaIndonesia, sebagai putra sulung dari pasangan Achmad Bakrie dariLampung[1] dan Roosniah Nasution dari Sumatra Utara.[2] Bisnis yang nantinya akan diwarisi oleh Bakrie dirintis oleh ayahnya pada tahun 1942 di Teluk BetungLampung.[3] Bisnis yang didirikan pada saat itu adalah bisnis kopikaret, danlada.[3]
Ia mengambil jurusan teknik elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1973.[4][5] Selama mengenyam pendidikan di ITB, Bakrie pernah menjadi anggota Dewan Mahasiswa.[5] Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Elektro ITB, Ketua Dewan Mahasiswa ITB, salah satu pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan ketua HIPMI ketiga.[6]

Karier bisnis[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1972, Bakrie bergabung dengan PT Bakrie & Brothers Tbk yang kini dikenal dengan nama Bakrie Group.[5]Perusahaan tersebut didirikan oleh ayahnya Achmad Bakrie. Antara tahun 1972 hingga 1974, ia menjadi asisten dewan direksi PT Bakrie & Brothers, sementara dari tahun 1974 hingga 1982 ia adalah direktur PT. Bakrie & Brothers.[7] Dari tahun 1982 hingga 1988, ia menjadi wakil direktur utama PT. Bakrie & Brothers, dan dari tahun 1988 hingga 1992 ia menjadi direktur utama PT. Bakrie & Brothers,[7] walaupun pada tahun 2000 ia kembali mengemban jabatan tersebut.[5] Ia juga merupakan direktur utama PT. Bakrie Nusantara Corporation dari tahun 1989 hingga 1992 dan Komisaris Utama Kelompok Usaha Bakrie dari tahun 1992 hingga 2004.[7]
Di bawah kepemimpinannya, bisnis Bakrie Group merambah bidang pertambangan, kontraktor, telekomunikasi, informasi, industri baja, dan media massa[1] (termasuk televisi[8] dan jejaring sosial Path[9]). Berkat bakat bisnisnya pula pada tahun 2006 ia mulai memasuki daftar orang terkaya di Indonesia yang dirilis oleh Forbes.[10] Saat itu ia menempati posisi keenam dengan kekayaan sekitar $1,2 miliar.[10] Kemudian, dalam kurun waktu setahun, Bakrie berhasil menjadi orang terkaya diIndonesia dengan kekayaan bersih sebesar $5,4 miliar.[11] Bahkan menurut majalah Globe Asia pada tahun 2008, dengan jumlah kekayaan senilai $9,2 miliar atau Rp 84,6 triliun, Bakrie merupakan orang terkaya di Asia Tenggara dan mengalahkan Robert Kuok (orang terkaya di Malaysia dengan kekayaan $7,6 miliar), Teng Fong (terkaya di Singapuradengan kekayaan $6,7 miliar), Chaleo Yoovidya (terkaya di Thailand dengan kekayaan $3,5 miliar), dan Jaime Zobel de Ayala (terkaya di Filipina dengan kekayaan $2 miliar).[12] Kekayaan Bakrie pada saat itu meningkat pesat karena saham salah satu anak usaha PT Bakrie and Brothers (PT Bumi Resources Tbk atau BUMI) menanjak dari sekitar Rp 300 per lembar pada tahun 2004 menjadi Rp 5.900 per saham pada tahun 2007.[10] Namun, dalam daftar yang dirilis oleh majalah Forbes pada tahun 2008, peringkat Bakrie turun ke peringkat kesembilan.[13] Hal ini disebabkan oleh krisis perbankan global, jatuhnya harga komoditas, dan hengkangnya para penanam modal, sehingga saham perusahaan-perusahaan Bakrie mengalami penurunan sebesar 90%.[14] Walaupun pada tahun 2009 ia sempat menduduki peringkat keempat,[15]peringkat Bakrie merosot dari peringkat kesepuluh pada tahun 2010 menjadi peringkat ketigapuluh pada tahun 2011, dengan penurunan jumlah kekayaan sebesar $1,2 miliar atau 57 persen.[16] Pada tahun 2012, ia tidak lagi menjadi bagian dari daftar 40 orang terkaya menurut Forbes.[17] Hal ini terkait dengan utang yang harus dibayar oleh PT Bumi Resources, terutama setelah harga saham Bumi turun 70%.[17]

Karier politik[sunting | sunting sumber]

Bakrie sedang bersalaman dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 8 Mei 2013.
Bakrie saat masih menjabat sebagai Menkokesra.
Dari tahun 1991 hingga 1995, Bakrie dua kali menjabat sebagai Presiden Forum BisnisASEAN,[18] sementara dari tahun 1996 hingga 1998 ia menjadi Presiden Asean Chamber of Commerce & Industry.[12] Bahkan Bakrie juga dua kali menjabat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk periode 1988-1993 dan 1993–1998.[12]
Setelah sebelumnya menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Industri dan Industri Kecil dari tahun 1988 hingga 1993,[12] Bakrie pernah dua kali menjabat sebagai Ketua Umum KADIN dari tahun 1994 hingga 2004.[18] Selama menjabat sebagai ketua KADIN, ia berhasil menyelesaikan kasus penyelundupan gula, kayu, dan beras.[1] Selain itu, ia memimpin kooperasi sektor swasta dengan pemerintah dan memperhatikan pengembangan usaha kecil dan menengah.[18] Lebih lagi, sebagai ketua KADIN, ia mencoba menjadikan Indonesia sebagai tempat yang kondusif untuk berbisnis.[18] Menurutnya, masalah pengangguran merupakan masalah serius yang hanya dapat diselesaikan dengan mengembangkan iklim investasi yang mendukung.[18] Untuk melakukan hal ini, menurut Bakrie diperlukan perbaikan lingkungan buruh, reformasi pajak, peningkatan keamanan, penegakan hukum yang kuat, dan restrukturisasi program otonomi daerah.[18]
Sebagai anggota partai Golkar, Bakrie pernah mencoba untuk menjadi calon presiden partai Golkar pada tahun 2004.[19] Saat itu Bakrie harus bersaing dengan Wiranto,Prabowo SubiantoAkbar Tandjung, dan Surya Paloh.[19] Namun, konvensi tersebut dimenangkan oleh Wiranto setelah mendapatkan suara sebesar 315.[19] Walaupun gagal, Bakrie kemudian menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar periode 2004-2009.

Menko Perekonomian[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2004, Bakrie berhenti dari PT Bakrie & Brothers Tbk sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.[18]Penunjukannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awalnya sempat menimbulkan kegelisahan.[20] Segera setelah menjadi bagian dari kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, Bakrie melancarkan kebijakan baru yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 3% dengan mengurangi subsidiBBM dan sebagai gantinya memberi bantuan keuangan kepada sekitar enam juta orang.[21] Bakrie meyakini bahwa pemerintah perlu meningkatkan harga BBM secara perlahan agar subsidi BBM tidak membebani APBN sementara mendekatkan harga BBM dengan harga internasional.[22] Pada Oktober 2005, setelah dua kali dinaikkan, harga BBM meningkat sebesar 126%.[23] Standard & Poor's menganggap kenaikan tersebut diperlukan untuk mengurangi tekanan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.[24]
Bakrie juga mencoba mengakhiri perseturuan antara ExxonMobil Corporation dan PT Pertamina.[25] Kedua perusahaan tersebut berselisih mengenai pembagian keuntungan dan pengoperasian di Blok Cepu.[26] Bakrie berjanji bahwa pemerintah baru ingin menyelesaikan masalah di Cepu dan masalah lain yang terkait dengan perusahaan internasional untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia.[27]
Menurut Keith Loveard dari Concord Consulting, selama menjabat Bakrie mendukung kebijakan-kebijakan pasar bebas dan menentang subsidi BBM.[28]

Menkokesra[sunting | sunting sumber]

Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyusun kembali kabinetnya pada tahun 2005, Bakrie diangkat menjadiMenteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Pada Mei 2008, Bakrie menyatakan bahwa pemerintah memberikan bantuan langsung tunai senilai 14,1 triliun rupiah kepada 19 juta keluarga miskin untuk membantu mereka menghadapi kenaikan harga BBM.[29]

Ketua Golkar[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 8 Oktober 2009, dalam Musyawarah Nasional (Munas) VIII di PekanbaruRiau, Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar setelah mengalahkan Surya Paloh, Yuddy Chrisnandi, Hutomo Mandala Putra.[7] Ia berhasil meraih 296 suara (lebih dari 55 persen), sementara Surya Paloh mendapatkan 240 suara dan dua pesaing lainnya tidak mendapat suara satupun.[7] Bakrie menjanjikan bahwa Golkar akan memenangkan pemilihan kepala daerah gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia, serta memilih kader partai yang terbaik dan terpopuler untuk maju dalam setiap pilkada atau pemilu.[7] Ia juga menyatakan dalam pidato politiknya saat penutupan Munas VIII bahwa terdapat empat program yang akan ia lakukan untuk Golkar, yaitu:[7]
  1. Konsolidasi (baik vertikal maupun horizontal): semua kader dan pengurus di pusat dan daerah harus menyatu, disiplin, dan mengikuti garis partai dengan menghormati kesepakatan partai[7]
  2. Kaderisasi: pemilihan kader terbaik Golkar di seluruh Indonesia dan pada saat yang sama pencetakan kader baru melalui kaderisasi[7]
  3. Melakukan kreativitas dan ketajaman ide serta gagasan: perumusan solusi yang kreatif melalui ide-ide yang cemerlang[7]
  4. Memenangkan pemilu, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah. Menurutnya, Golkar harus "menguningkan Indonesia"[7]
Di bawah kepemimpinan Ical, partai Golkar berhasil meraih suara sebesar 18.432.312 atau 14,75 persen dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2014.[30] Jumlah ini lebih besar 0,3 persen dari jumlah suara Golkar dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009. Akan tetapi, persentase ini berada jauh di bawah target partai, yaitu 30%.[31] Selain itu, jumlah kursi yang diperoleh Golkar juga menurun dari 106 kursi menjadi 91 kursi.[32] Terkait hal tersebut, Bakrie secara resmi meminta maaf kepada seluruh pengurus partai dalam rapat pimpinan nasional Golkar VI.[31][32]

Visi 2045[sunting | sunting sumber]

Di bawah pimpinan Aburizal Bakrie, partai Golkar menghasilkan cetak biru yang disebut "Visi Indonesia 2045: Negara Kesejahteraan", yang dimaksudkan sebagai aksi partai menuju tahun 2045.[33] Visi ini memprioritaskan reformasi birokrasi,pendidikankesehatanindustripertanian, kelautan, infrastrukturusaha mikro kecil menengah, dan koperasi.[33]Keseluruhan prioritas ini dilaksanakan dan diintegrasikan melalui "Catur Sukses Pembangunan Nasional", yaitu pertumbuhan, pemerintahan, stabilitas, dan nasionalisme baru.[33] Sementara itu, pokok-pokok strategi yang dikembangkan dalam visi ini meliputi pembangunan Indonesia dari desa, penguatan peran negara, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerataan pendapatan di antara masyarakat, pemerataan pembangunan antar daerah dan antar wilayah, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, penguatan komunitas dalam kerangka program pemberdayaan, pembangunan berkelanjutan yang berbasis "ekonomi biru" dan "ekonomi hijau", penegakkan hukum dan hak asasi manusia, pengembangan industri berbasis IPTEK dan inovasi berdaya saing tinggi, dan revitalisasi pertanian pangan dan niaga.[33]
Rencana dalam visi ini sendiri dibagi menjadi tiga tahap.[33] Pada dasawarsa pertama, akan dibangun landasan menuju negara maju, sementara pada dasawarsa kedua akan dilakukan percepatan pembangunan.[33] Pada dasawarsa ketiga, Indonesia akan dimantapkan sebagai negara maju.[33] Beberapa indikator digunakan untuk mengukur keberhasilan tahapan-tahapan tersebut, seperti pertumbuhan ekonomipendapatan per kapita, tingkat pengangguran, angka kemiskinan, harapan hidup, koefisien Gini, dan Indeks Pembangunan Manusia.[33]
Indikator20122015-20252025-20352035-2045
Pertumbuhan ekonomi6,3%8-9%10-11%6-7%
Pendapatan per kapitaUSD 3.797USD 10.000-12.000USD 21.000-23.000USD 41.000-43.000
Rasio pajak/PDB15,4815-2025-3540-55
Rasio anggaran infrastruktur/PDB1,285710
Tingkat pengangguran6,144-6%4%4%
Angka kemiskinan11,665-8%2-3%1-2%
Pendidikan tinggi
(berdasarkan Angka Partisipasi Kasar)
17,28253545
Harapan hidup69757882
Pembangkit listrik
(ribu Mw)
3545-6070-80100-120
Panjang jalan aspal
(ribu km)
230255275300
Panjang rel kereta api
(ribu km)
4,86,5812
Koefisien Gini0,410,350,310,28
Indeks Pembangunan Manusia0,620,800,860,91
Energi alternatif8,4152540

Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2014[sunting | sunting sumber]

Pertengahan tahun 2010, hasil liputan media mengindikasikan bahwa Aburizal Bakrie mengincar untuk menjadi kandidat presiden dari Partai Golkar dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2014.[34][35] Setelah itu, Bakrie berulang kali menyatakan keinginannya untuk pencalonan presiden[36] Media juga melaporkan bahwa Partai Golkar sudah memulai pencarian pasangan Bakrie sebagai wakil presiden,[37] mengenalkan nama-nama seperti Sri Sultan Hamengkubuwana X, Gubernur D.I. Yogyakarta saat ini,[38] Pramono Anung, sekretaris jendral DPP PDIP, Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara saat ini, dan juga Edhie Baskoro Yudhoyono, putera bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.[39]
Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar, Akbar Tanjung, mengkritik keputusan di awal Oktober 2011 ketika kongres partai memilih Bakrie sebagai kandidat pilihan tanpa memperkenankan orang lain untuk mengikuti pemilihan kandidat. Akbar Tanjung menyebutkan proses tersebut sebagai tindakan tidak demokratis. Kritik tersebut juga disuarakan oleh beberapa anggota partai lainnya, termasuk beberapa anggota dalam tingkatan regional.[40] Bakrie merespon kritik tersebut dengan mengatakan bahwa itu adalah "serangan politik" dan The Jakarta Post menjelaskan pernyataan Bakrie tersebut sebagai sikap tak acuh.[41]
Pada tanggal 29 Juni 2012 dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Bogor, Bakrie ditetapkan sebagai calon presiden dari Partai Golkar.[42][43] Dalam usaha untuk mengakhiri spekulasi tentang kemungkinan pasangan Bakrie sebagai calon wakil presiden,[44] Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono mengesampingkan pemilihan kandidat calon wakil presiden hingga tahun 2013.[45] Namun, jajak pendapat memperlihatkan bahwa urutan Bakrie berada di bawah calon presiden lainnya.[46][47] Misalnya, menurut survei yang dilakukan oleh Soegeng Sarjadi Syndicate pada tanggal 3-22 Juli 2013, elektabilitas Bakrie tercatat hanya 4,23% dibandingkan elektabilitas Joko Widodo sebesar 25,48%, Prabowo Subiantosebesar 10,52%, dan Jusuf Kalla sebesar 5,69%.[48] Selain itu, pada 14-25 Februari 2014, menurut survei Indobarometer yang didasarkan pada simulasi 13 nama calon presiden, Aburizal Bakrie menempati peringkat ketiga dengan persentase sebesar 12,5 persen, sementara Joko Widodo menempati peringkat pertama dengan persentase 34,8% dan Prabowo pada peringkat kedua dengan persentase 17,4%.[49] Survei Indobarometer juga menunjukkan bahwa dalam skala penilaian dari 1 hingga 10, integritas moral Aburizal Bakrie dianggap rendah dengan skor 6,00, sementara keterampilan politiknya mendapatkan skor 6,58, penampilan 6,56, komunikasi politik 6,51, ketegasan, kepemimpinan, dan intelektualitas 6,47, stabilitas emosi 6,45, visioner 6,29, dan empati sosial 6,04.[50] Akan tetapi, menurut survei Indobarometer pada Desember 2013, elektabilitas Bakrie masih mengungguli calon dari partai Golkar lainnya, seperti Jusuf Kalla, Akbar TandjungAgung Laksono, Theo L. Sambuaga, Fadel Muhammad, dan Syarif Cicip Sutardjo.[51]
Akibat elektabilitas Bakrie yang rendah, muncul pergolakan di internal Golkar.[52] Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso sendiri menyatakan bahwa evaluasi dapat terjadi dan semua tergantung perolehan saat pemilihan umum legislatif.[52] Bahkan muncul isu bahwa bila Golkar tidak mendapatkan cukup suara dalam pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014, kelompok yang tidak puas dengan Bakrie berencana menjatuhkan Bakrie.[53][54]
Setelah pemilihan umum legislatif 2014, Bakrie sempat menjalin komunikasi dengan Prabowo Subianto, calon presiden dari partai Gerindra.[55] Mereka menjajaki kemungkinan koalisi dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden.[56] Bakrie sendiri telah memberi sinyal bahwa ia siap menjadi cawapres Prabowo.[56] Namun, perbincangan tersebut tidak membuahkan hasil.[57] Kemudian, pada tanggal 13 Mei 2014, Bakrie mengumumkan di Pasar Gembrong, Johar Baru,Jakarta, bahwa partai Golkar siap mendukung pencalonan Joko Widodo.[58] Namun, keadaan kembali berubah setelah Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat menyatakan bahwa Golkar dan Demokrat akan membentuk poros baru dengan mencalonkan pasangan Bakrie-Pramono Edhie Wibowo.[59] Akhirnya, pada tanggal 19 Mei 2014, Golkar memutuskan akan mendukung pencalonan Prabowo Subianto.[60] Sebagai gantinya, Prabowo menjanjikan jabatan "Menteri Utama" kepada Bakrie,[61] yang kemudian dikritik karena dianggap bertentangan dengan sistem presidensial.[62]
Program[sunting | sunting sumber]
Dalam upayanya untuk menjadi presiden, Bakrie mengungkapkan agenda proteksionisme dan meyakini bahwa Indonesia perlu menyimpan sumber daya alamnya (seperti gas alam) untuk memperkuat industri dalam negeri.[28] Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, ia menyatakan bahwa "saya akan menggunakan gas ini terlebih dahulu dan akan mengekspor sisanya."[28] Bakrie juga mengutarakan niatnya untuk melanjutkan program presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatasi ekspor mineral mentah untuk mengubah Indonesia dari negara pengekspor bahan baku menjadi produsen barang industri.[28]
Bakrie meyakini bahwa Indonesia harus mengembangkan infrastruktur (termasuk pengilangan minyak) dan memiliki posisi fiskal yang lebih agresif.[28] Ia juga menyatakan niatnya untuk membangun desa-desa dan memperbaiki sasaran subsidi bahan bakar dan makanan.[28]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Lumpur Sidoarjo[sunting | sunting sumber]

Sekolah yang hancur akibat semburan lumpur.
Lumpur panas Sidoarjo mulai menyembur pada tanggal 29 Mei 2006 diSidoarjoJawa Timur.[63] Pada puncaknya, setiap harinya 180.000 meter kubik lumpur panas menyembur, sehingga menenggelamkan desa-desa dan membuat 13.000 keluarga kehilangan rumahnya.[63]Peristiwa ini diduga disebabkan oleh aktivitas pengeboran PT Lapindo Brantas di sumur eksplorasi gas Banjar-Panji-1 yang terletak sekitar 150 m dari pusat semburan.[63] Nama Bakrie dikaitkan dengan peristiwa ini karena keluarga Bakrie merupakan pemegang saham utama di perusahaan tersebut.[64]
PT Lapindo Brantas mengklaim bahwa gempa bumi Yogyakarta dua hari sebelumnya merupakan pemicu peristiwa ini.[65] Menurut mereka, gempa dengan kekuatan 6,3 Skala Richter tersebut mengaktifkan kembali patahan yang sebelumnya tidak aktif dan menimbulkan rekahan bawah tanah sehingga lumpur dapat menyembur ke permukaan.[65] Lapindo juga mengklaim bahwa aktivitas mereka tidak terkait dengan semburan, sehingga mereka tidak perlu membayar kompensasi.[65] Bakrie saat masih menjabat sebagai Menkokesra juga berulang kali menyatakan argumen serupa.[66][67] Namun, tim geolog dari Britania Raya menolak argumen Lapindo dan menyimpulkan bahwa kejadian gempa bumi tersebut hanya kebetulan saja.[68] Walaupun gempa tersebut dapat menimbulkan rekahan baru dan melemahkan strata di sekitar sumur Banjar-Panji-1, gempa tersebut tidak dapat menyebabkan pembentukan rekahan hidrolik yang menghasilkan lubang utama yang terletak sejauh 200 m (660 ft) dari lubang pengeboran. Selain itu, tidak terdapat gunung api lumpur lain di Jawa setelah terjadinya gempa bumi dan situs pengeboran tersebut terletak sejauh 300 km (190 mi) dari episenter gempa. Intesitas gempa di situs pengeboran diperkirakan sebesar 2 Skala Richter, yang efeknya kurang lebih sama dengan truk besar yang melintasi wilayah tersebut.[69] Laporan yang ditulis oleh ilmuwan Britania, Amerika, Indonesia, dan Australia pada Juni 2008 juga menyimpulkan bahwa peristiwa lumpur Sidoarjo bukan bencana alam, tetapi disebabkan oleh pengeboran minyak dan gas.[70] Walaupun demikian, publikasi terakhir yang ditulis oleh tim peneliti dari Jerman dan Swiss memberikan kesimpulan yang berbeda.[71] Dengan menggunakan pendekatan propagasi gelombang numerik, mereka menyimpulkan bahwa semburan lumpur terjadi akibat fenomena alam.
Secara hukum, pada 5 Juni 2006, MedcoEnergi (salah satu perusahaan partner di wilayah Brantas) mengirim surat kepada PT Lapindo Brantas yang menuduh bahwa Lapindo telah melanggar prosedur keamanan selama proses penggalian.[65]Segera setelah itu, wakil presiden Jusuf Kalla mengumumkan bahwa PT Lapindo Brantas dan pemiliknya Bakrie Group harus membayar kompensasi untuk ribuan korban lumpur Sidoarjo.[72] Beberapa eksekutif senior di perusahaan tersebut juga diperiksa karena perusahaan Lapindo telah membahayakan nyawa penduduk setempat.[73]
Setelah dinyatakan bertanggung jawab atas peristiwa ini, Bakrie Group mengumumkan bahwa mereka akan menjual PT Lapindo Brantas dengan harga $2, tetapi Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) mencegah hal tersebut.[74] Bakrie Group juga mencoba menjual perusahaan tersebut kepada sebuah perusahaan Freehold Group yang terdaftar di Kepulauan Virgin dengan harga $1 juta, tetapi transaksi ini lagi-lagi dicegah oleh BPPM.[74] Lapindo Brantas diharuskan membayar sebesar 2,5 triliun rupiah kepada para korban dan sekitar 1,3 triliun rupiah untuk menghentikan semburan.[75] Walaupun beberapa analis memperkirakan bahwa Bakrie Group akan menyatakan Lapindo bangkrut agar tidak harus membayar biaya untuk menghentikan semburan,[76] Aburizal Bakrie menyatakan bahwa ia menghindari hal tersebut dan mencoba menyelesaikan masalah ini dengan membeli lahan yang terkena dampak luapan lumpur.[77] Ia juga mengklaim bahwa "ini bukan ganti rugi karena saya tidak salah".[77]

Kasus tender operator SLI[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2007, Departemen Komunikasi dan Informatika memilih Bakrie Telecom dalam seleksi tender Sambungan Langsung Internasional (SLI), sehingga menyingkirkan dua pesaing utama Bakrie Telecom, PT Excelcomindo Pratama (XL) dan PT Natrindo telepon Seluler (NTS).[78] Hal ini menimbulkan pertanyaan karena Bakrie Telekom dianggap belum mampu memenuhi persyaratan menjadi operator SLI dari segi kesiapan infrastruktur.[78] Beberapa pekan sebelum pemilihan tender,Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh juga didapati melakukan perjalanan ke Surabaya bersama pihak Bakrie Telecom.[78] Proses pemilihan tender sendiri tidak dijelaskan secara rinci.[78] Akibatnya, muncul seruan agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat menyelidiki kasus ini.[78]

Tunggakan royalti batu bara dan kasus pajak Bumi[sunting | sunting sumber]

Bakrie sempat terlibat dalam perselisihan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani akibat tunggakan royalti batu bara dan kasus pajak Bumi.
Pada pertengahan tahun 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani menemukan bukti bahwa telah terjadi tunggakan royalti batu bara sebesar Rp 7 triliun[79] (menurut Indonesia Corruption Watch bahkan mencapai Rp 16,482 triliun[80]). Beberapa perusahaan yang menunggak (yaitu Arutmin dan Kaltim Prima) ternyata dimiliki oleh Keluarga Bakrie,[81]dan muncul kontroversi karena perusahaan-perusahaan tersebut sempat menolak untuk membayar karena mengklaim bahwa kantor pajak masih harus mengembalikan pajak pertambahan nilai yang telah mereka bayarkan.[81] Kasus ini segera melebar menjadi "Sri Mulyani melawan Bakrie" dan Sri Mulyani dalam wawancara dengan Wall Street Journal menuduh Bakrie sebagai salah satu orang di balik Panitia Khusus Hak Angket Bank Century karena dianggap tidak menyukai agenda reformasi Sri Mulyani.[82]
Pada tahun 2009, petugas pajak mendapati bahwa akuntan-akuntan PT Bumi Resources Tbk merekayasa pembayaran pajak pada tahun 2007 sebesar Rp 376 miliar, dan Bakrie pada saat itu merupakan salah satu pemegang saham di Bumi.[83]Kasus ini juga dianggap dapat memanaskan kembali hubungan antara Sri Mulyani dengan Bakrie.[83]

Suspensi saham Bakrie[sunting | sunting sumber]

Selama krisis keuangan global pada tahun 2008, saham keluarga Bakrie mengalami penurunan sebesar 90%. Untuk melindungi saham-saham Bakrie agar tidak anjlok, pemerintah secara tidak langsung mensuspensi saham-saham utama Bakrie, yaitu saham PT Bakrie & Brothers, PT Bumi Resources, dan PT Energi Mega Persada. Hal ini telah diakui oleh wakil presiden pada masa itu, yaitu Jusuf Kalla.[84]

Tunggakan asuransi jiwa[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2008, muncul kasus tunggakan dana nasabah oleh PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) karena Bakrie Life mengalami gagal bayar sebesar Rp 360 miliar kepada nasabah Diamond Investa.[85] Hingga tahun 2014, masalah ini masih belum selesai, walaupun utang Bakrie Life ke nasabah sudah berkurang menjadi Rp 270 miliar.[85] Bakrie Life mengaku masih belum bisa melunasi karena kesulitan likuiditas.[85]

Penambangan ilegal Arutmin[sunting | sunting sumber]

Di provinsi Kalimantan Selatan, diduga telah terjadi penambangan dan pengiriman batu bara ilegal oleh PT Arutmin, salah satu perusahaan di bawah Bakrie Group.[86] Penambangan ilegal oleh Arutmin telah mengambil sekitar dua juta ton metrikbatu bara setiap bulannya, dan dikatakan jumlah batu bara yang dicuri setiap tiga hari cukup untuk mengisi kapal seukuranGedung Chrysler.[86] Pengiriman batu bara ilegal ini juga menjatuhkan harga batu bara thermal dunia.[86]

Perseteruan dengan Rothschild[sunting | sunting sumber]

Kerjasama antara Bakrie dengan Rothschild dimulai pada tahun 2010 ketika penanam modal di London menginvestasikan $700 juta untuk aset pertambangan.[87] Pada tanggal 16 November 2010, perusahaan Vallar yang didirikan oleh Nathaniel Rothschild mengumumkan bahwa mereka telah memperoleh 25% saham di PT Bumi Resources dari Bakrie Group.[87] Pada 4 Maret 2011, setelah penjualan saham selesai, Bakrie Group memperoleh saham baru di Vallar.[87] Kemudian, pada 28 Juni 2011, nama Vallar diganti menjadi Bumi.[87] Namun, pada Oktober 2012, dilaporkan telah terjadi keganjilan laporan keuangan di Bumi, dan Nathaniel Rothschild mengudurkan diri dari dewan direksi sebelum dipecat karena dianggap berperilaku tidak layak dalam memanajemen perusahaan dengan menyadap petinggi Bumi Plc.[88] Setelah Nathaniel Rothschild gagal mengambil alih Bumi karena ditolak oleh para pemegang saham,[89] akhirnya disepakati bahwa Bakrie Group akan memisahkan diri dari Bumi Plc dengan menjual 23,8% sahamnya dan sebagai gantinya akan memperoleh 10,3% saham di Bumi Resources.[90]

Skandal Maladewa[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 20 Maret 2014, akun "DP News" mengunggah video yang berjudul "Capres ARB Bersama artis Marcella Zalianty di pulau Maladewa" di YouTube.[91] Dalam video yang berdurasi 3 menit dan 22 detik itu, Aburizal Bakrie tampak sedang duduk di dalam sebuah pesawat pribadi bersama Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin, Marcella Zalianty, dan Olivia Zalianty.[91] Pesawat itu didapati sedang menuju ke Maladewa.[91] Setelah mendarat, Olivia tampak memberikan penjelaskan mengenai Maladewa di dalam sebuah mobil, dan kemudian video ditutup dengan cuplikan Marcella di hotel tempat mereka menginap.[91] Selain video, menyebar pula foto-foto mereka di Maladewa, termasuk foto Bakrie saat sedang memeluk boneka teddy bear.[92]
Pada tanggal 23 Maret 2014, Bakrie menyelenggarakan konferensi pers bersama istrinya Tatty Bakrie, anak bungsunya Anindra Ardiansyah Bakrie, menantunya Nia Ramadhani, dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.[91] Bakrie menyatakan bahwa video tersebut merupakan kampanye hitam dari lawan politiknya, dan mengungkapkan bahwa perjalanan ke Maladewa dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan Maladewa dalam mengembangkan pariwisatanya.[91]Idrus Marham juga menyatakan bahwa Marcela dan Olivia merupakan panitia penyelenggara kegiatan organisasi kepemudaan Golkar di Bandung dan diajak ke Maladewa karena dianggap berprestasi.[91] Pada hari yang sama, Olivia Zalianty juga menjelaskan bahwa tujuan perjalanannya adalah untuk studi banding pariwisata.[93]

Filantrofi[sunting | sunting sumber]

Yayasan Bakrie Untuk Negeri adalah yayasan yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 2007 sebagai wadah untuk menaungi kegiatan filantrofi keluarga dan kelompok usaha Bakrie.[94] Visi yayasan ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan martabat manusia Indonesia, sementara misinya adalah untuk meningkatkan kualitas ekonomi rakyat, memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan melestarikan nilai luhur budaya nasional, serta meningkatkan kualitas sosial masyarakat.[95]
Selain itu, semenjak tahun 2003, setiap tahunnya Bakrie bersama dengan Freedom Institute memberikan Penghargaan Achmad Bakrie untuk mengapresiasi tokoh-tokoh nasional yang dianggap berjasa dalam kehidupan intelektual Indonesia, dengan nominasi di bidang sains, teknologi, kedokteran, sosial, dan kesusastraan.[96][97] Namun, penghargaan ini telah beberapa kali ditolak, seperti Franz Magnis-SusenoDaoed Joesoef, dan Sitor Situmorang yang mengembalikan Penghargaan Achmad Bakrie karena masalah lumpur Sidoarjo,[97] serta Gunawan Muhammad pada tahun 2010 karena kekecewaannya terhadap Aburizal Bakrie sebagai tokoh bisnis dan politik.[98]

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Aburizal Bakrie mempunyai tiga adik, yaitu sebagai berikut:
Aburizal menikah dengan Tatty Murnitriati dan dikaruniai tiga anak, yaitu sebagai berikut:

Organisasi[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah pengalaman organisasi Bakrie:[18]
  • 2009 – 2014 Ketua Umum DPP Partai GOLKAR
  • 2004 – 2009 Anggota Dewan Penasehat DPP Partai GOLKAR
  • 2000 – 2005 Anggota Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia)
  • 1999 – 2004 Ketua Umum KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) periode II
  • 1996 – 1998 Presiden, Asean Chamber of Commerce & Industry
  • 1996 – 1997 International Councellor, Asia Society
  • 1994 – 1999 Ketua Umum KADIN periode I
  • 1993 – 1998 Anggota, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) – periode II
  • 1993 – 1995 Anggota Dewan Penasehat, International Finance Corporation
  • 1993 – 1995 Presiden ASEAN Business Forum (d/h Institute of South East Asian Business) – periode II
  • 1991 – 1993 Presiden ASEAN Business Forum (d/h Institute of South East Asian Business) – periode I
  • 1989 – 1994 Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia
  • 1988 – 1993 Wakil Ketua Umum, KADIN Bidang Industri dan Industri Kecil
  • 1988 – 1993 Anggota, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) – periode I
  • 1985 – 1993 Ketua Bidang Dana PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia)
  • 1984 – sekarang Anggota, Partai Golongan Karya
  • 1984 – 1988 Wakil Ketua, Asosiasi Kerjasama Bisnis Indonesia – Australia
  • 1977 – 1979 Ketua Umum, HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)
  • 1976 – 1989 Ketua Umum, Gabungan Pabrik Pipa Baja Seluruh Indonesia
  • 1975: Ketua Departemen Perdagangan HIPMI
  • 1973 – 1975 Wakil Ketua Departemen Perdagangan, HIPMI

Penghargaan[sunting | sunting sumber]



(wikipedia Indonesia)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.